Satu lagi spesies langka dari jenis kera ditemukan di
daratan China, kera ini sangat langka dan tidak memiliki kebiasaan menahan napas
seperti yang umumnya dilakukan kera-kera lain. Rambutnya memancarkan warna
keemasan yang indah, yang dikombinasikan dengan sedikit paduan warna merah dan
hitam. Kera keemasan ini telah menjadi fauna endemik dataran Tiongkok sejak
berabad-abad lalu. Sejak saat itu pula spesies ini oleh para penulis dan
seniman digambarkan sebagai hewan yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dengan
mitos dalam kesusasteraan dan seni China. Ya, inilah kisah tentang kera langkaGolden
Monkey yang paling memiliki kemiripan Si Raja Kera Sun Gokong.
Siapa yang tidak kenal Sun Gokong? Ia adalah tokoh
legenda dalam dongeng kesusastraan China karangan Wu Cheng En yang termasyhur.
Kera sakti ini memiliki ilmu yang mampu mengubah dirinya dalam 72 bentuk. Ia
mampu meloncat sejauh 90.000 km. bulunya berwarna kuning keemasan dan mempunyai
pandangan yang jauh. Karena ulahnya mengobrak-abrik istana langit, sang Buddha
pun menghukumnya selama 500 tahun dalam himpitan gunung batu. Akhirnya seorang
biksu bernama Tang san Zang menolongnya dan mereka pun memulai perjalanan ke
barat untuk mengambil kitab suci.
Entah apa yang menginspirasi si pengarang untuk
menggambarkan seekor kera sakti berbulu emas yang sangat melegenda bagi rakyat
China. Sosoknya yang lincah tekstur wajah yang unik, serta ciri fisik dari
monyet sakti ini, cuma dapat ditemukan dalam satu spesies kera yang terhitung
langka dan dilindungi oleh pemerintahan China yaitu China Golden Monkey.
Ya bisa jadi Wu Cheng En memulai imajinasinya setelah berjumpa dengan spesies
kera unik ini.
Sebagai harta kekayaan China yang sangat berharga,
Golden Monkey memiliki kemampuan bertahan hidup yang cenderung lebih kuat
dibandingkan spesies kera lain di China. Mereka hidup di hutan-hutan pegunungan
di China. Mereka memakan pucuk-pucuk daun, buah-buahan, bibit pinecone, kulit
kayu, serangga, burung, maupun telur burung.
Namun status sebagai kera langka yang disandanganya,
tidak serta merta membuat seluruh orang China berusaha menjaga kelestarian
habitat kera yang bernama latinRhinopithecus roxellanae. Ada juga orang China
memanfaatkan keindahan kilauan emas pada bulunya sebagai bahan untuk mantel.
Selain itu, ada juga orang yang memanfaatkan daging dan tulangnya untuk obat
herbal.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintahan China
untuk melestarikan kera emas yang sangat langka ini. Di antaranya adalah
pelestarian di kawasan hutan lindung Shennongjia yang terletak di bagian barat
laut Provinsi Hubei, Tiongkok tengah. Tempat ini adalah hutan belantara yang
memiliki lebih 3.700 jenis berbagai tumbuhan dan lebih 1.000 berbagai jenis
binatang termasuk kera emas. Tempat ini disebut sebagai pusat gen tumbuhan dan
binatang satu-satunya yang terpelihara utuh di daerah garis lintang tengah
global.
Shennongjia luasnya lebih 3.200 km persegi. Dengan 70
persen dari wilayah dilingkupi hutan lindung. Selain itu, Shennongjia memiliki
pula ekosistem hutan subtropik satu-satunya yang terpelihara baik dan utuh di
daerah garis lintang tengah di dunia sekarang ini. Dengan adanya ekosistem
primitif dalam kondisi yang baik, keanekaragaman biota yang melimpah dan
kondisi cuaca yang nyaman, maka Sehennongjia disebut sebagai “Khazanah Hijau”
dan “Taman Fauna dan Flora Alamiah”.
Kera bulu emas yang disebut sebagai makhluk indah
Shennongjia adalah jenis binatang terancam punah yang menuntut adanya
lingkungan ekologi paling baik. Seiring dengan perbaikan lingkungan ekologi di
Shennongjia pada tahun-tahun belakangan ini, populasi kera bulu emas bertambah
dari lebih 600 ekor pada masa paling sedikit menjadi lebih 1.200 ekor sekarang
ini, dan menjadi pemandangan unik di Shennongjia.
Pejabat pemerintah, Qian Yuankun mengatakan,”Ada orang
khawatir, kera bulu emas yang terancam punah tidak dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya di Shennongjia, dan Shennongjia akan lenyap dari bumi.
Tapi kita sekarang dapat dengan yakin mengatakan bahwa Tiongkok telah berhasil
melindungi Shennongjia, jumlah kera bulu emas akan terus bertambah, lingkup
kegiatannya akan semakin luas. Shennongjia mendapat perlindungan efektif di
Tiongkok dan semakin mempesona. Shennongjia di masa depan akan menjadi taman
yang indah lingkungannya dan harmonis hubungan antara manusia dan alam,”
tuturnya.
Pemerintah daerah hutan Shennongjia pada awal tahun
1990-an sementara melakukan konservasi titik berat atas Shennongjia. Secara
moderat telah mengembangkan pariwisata ekologi. Apapun itu, melalui Shennongjia
pemerintahan China dapat dikatakan berhasil menjaga kelestarian kera berbulu
emas.
Kera berbulu emas ternyata memiliki jenis lain yang
sangat langka bahkan hampir punah. Jenis kera emas ini disebut kera emas
berhidung pesek. Spesies kera emas berhidung pesek (Rhinopithecus roxellana-
Snub Nosed), spesies yang lebih langka dibanding panda raksasa, secara
mengejutkan telah muncul lagi dalam populasi empat kali lipat dibanding dua
dekade terakhir.
Kera ini hidup di ketinggian pegunungan Yunling Tibet
barat laut Yunnan (Cina barat-daya).Kera emas ini adalah spesies yang paling
sukar ditangkap. Spesies ini cocok dengan lingkungan yang paling ekstrem dari
3.000 hingga 4.500 meter (9.800 sampai 14.800 kaki), di mana suhu mungkin turun
di bawah titik beku. Hari ini ada kurang dari 2.000 ekor Kera emas Yunnan yang
terancam punah dan membutuhkan perlindungan. Peradaban manusia telah
menyingkirkan hewan ini ke jajaran pegunungan yang justru menghindarkan mereka
dari ambang kepunahan.
Selain di Yunnan, kera emas berhidung pesek yang hanya
ditemukan di sebelah barat daya Provinsi Guizhou ini jumlahnya bertambah dari
sekitar 200 ekor pada awal tahun 1980-an, menjadi sekitar 800 ekor, ungkap
kantor berita Xinhua. Walau jumlahnya bertambah, namun hewan ini masih dianggap
langka, demikian dikatakan seorang ahli primata. Perburuan liar dan kebakaran
hutan adalah dua ancaman utama terhadap populasi monyet-monyet ini, kata Yang
Yeqin, direktur Cagar Alam Nasional Fanjingshan Guizhou, tempat di mana
monyet-monyet ini hidup.
Hewan cantik ini juga sangat rawan terhadap
penyakit-penyakit manusia, seperti tuberculosis, kolera dan cacar air, kata
Yang. Para peneliti yakin, jumlah monyet hidung pesek ini tidak akan meningkat
lagi dengan cepat walau habitat mereka diperluas. Kebalikannya, jumlah mereka
bisa menurun drastis bila tempat hidupnya dipersempit, dan mungkin
mengakibatkan kepunahannya. Guna menjaga keberadaannya, para ahli menyarankan
agar wilayah tempat tinggal monyet-monyet emas diperluas, perlindungan dan
pengawasan diperketat, serta dipastikan ada program pengembangan populasi yang
baik.
0 komentar:
Posting Komentar